JAM TANGAN

Spread the love

Waktu masih frater tingkat 3 suatu hari waktu pulang kuliah, aku naik sepeda menyerempet pintu gerbang seminari. Akibatnya jam tanganku hancur sebab menghantam pintu besi. Selama beberapa hari kalau kuliah dan kemana-mana aku membawa jam weker tipis. Bagiku asal mengetahui waktu itu sudah cukup. Adik kelasku melihat itu, lalu dia menawari meminjamkan jam tangannya, sebab dia mempunyai beberapa. Aku senang saja dipinjami jam tangan. Setelah beberapa bulan suatu hari dia meminta jamnya kembali. Aku berikan meski ada rasa tidak enak dalam hati. Setiap melihat bekas jam di pergelangan tangan aku merasa tidak nyaman. Suatu hari aku baca buku, dan ternyata ada slip buku yang tulisannya bagus. “If you love something set it free, if it comes back, it’s yours. If it doesn’t, it never was” (Richard Bach). Tulisan itu meneguhkan aku.

 

Injil hari ini tentang kebun anggur yang dititipkan pada para pekerja agar menghasilkan. Tetapi kesalahan pekerja adalah ingin memiliki apa yang dititipkan itu. Kita pun dapat seperti para pekerja itu. Ingin memiliki apa yang dititipkan Tuhan pada kita. Istri, suami, anak, harta kekayaan, gelar, jabatan dan semua yang ada pada kita adalah titipan Tuhan atau Tuhan mempercayakan kepada kita untuk merawatnya. Suatu saat akan diminta kembali.

 

Sebagai orang yang dipercaya bukan berarti apa yang dititipkan pada kita kita simpan dan jaga saja. Kita perlu mengembangkan sebaik mungkin, agar suatu saat bila kita dimintai pertanggungjawaban maka kita mampu menunjukkan apa yang sudah kita lakukan. Maka selain siap mengembalikan, kita juga siap mempertanggungjawabkan bahwa titipan itu berkembang.

 

Tuhan dapat meminta kepada kita setiap saat dan dengan berbagai cara. Saat kita mendapat rejeki, tiba-tiba ada orang datang yang membutuhkan bantuan. Bukankah itu Tuhan yang datang dan meminta apa yang dititipkan pada kita? Tetapi kita bisa pelit dan egois, merasa apa yang kita dapatkan tidak ada campur tangan Tuhan. Kita menjadi pekerja yang jahat. Ingin menguasai titipan.

 

Untuk itu kita perlu menyadari apa saja yang dititipkan dan dipercayakan Tuhan kepada kita. Lalu sudahkah kita mengembangkannya semaksimal mungkin. Akhirnya siapkah kita bila titipan itu diminta kembali?

 

Oleh : Rm. Yohanes Gani CM

Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No.124, Oktober thn 2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *