Sekolah Anak-Anak Kampung

Spread the love

Kamis, 14 Mei 2020, gerimis menyambut saat pagi hari. Setelah kami selesai sarapan gerimis pun berhenti. Matahari pun mulai muncul menyingkap mendung di langit. Setelah agak lama panas menyentuh tanah, Rm. Adi memanggilku dari pintu dapur, saat itu aku sedang di Asrama. Beliau mengajakku ke Stasi Sungai II untuk bertemu guru-guru SD Filial di kampung itu. Sebenarnya kami merencanakan kunjungan ke sana pada hari sebelumnya, namun karena hujan maka tidak jadi berangkat. Rm. Adi memintaku untuk membuat artikel tentang guru-guru di SD Filial Sungai Dungan II.

 

Aku sudah kali ketiga ini mengunjungi stasi itu. Jaraknya tidak begitu jauh, hanya 30 menit perjalanan dengan Sepeda Motor, asal cuaca sedang baik. Jalur tanah kuning yang seukuran satu mobil lebarnya dan hamparan pohon sawit menjadi pemandangan yang tersaji sepanjang perjalanan. Jalan penuh liku dan naik turun dan di beberapa titik antara jalur turunan dan tanjakan ada genangan air jika hujan usai.

 

Saat kami sampai di kampung itu suasananya cukup banyak orang. Sebelumnya ketika aku datang di dua kesempatan sebelumanya, suasana kampung selalu sepi karena saat itu warga pergi ke ladang, namun saat itu mereka sedang tidak ke ladang. Kami mampir di salah satu rumah yang saat itu banyak orang nongkrong. Seluruh warga di kampung Sungai Dungan adalah umat Katolik juga, maka mereka kenal  dengan Rm. Adi , dan mereka menyapa romo, mengundang untuk mampir. Ketela goreng dan kopi tersaji menemani kami bersantai.

 

Setelah kami menghabiskan kopi kami, dua guru SD Sungai Dungan II sudah siap untuk kami wawancarai. SD Sungai Dungan II memiliki 10 Siswa yang diajar oleh dua guru. Guru-guru terserbut bernama Ibu Lensi dan Ibu Marni. Mereka berusia relatif muda yaitu antara  25-an tahun. Ibu Lensi telah mengajar di SD Sungai Dungan II sejak tahun 2016, sedangkan Ibu Marni baru mulai mengajar setahun yang lalu. Aku mewanwancarai ibu Lensi dan Rm. Adi mewawancarai ibu Marni.

 

Dari wawancara tersebut aku banyak mendengar kisah SD Sungai Dungan II ini. Mulai dari kendala dalam mengajar hingga perasaan bangga saat melihat anak didiknya bisa lanjut sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan kertebatasan latar belakang pendidikannya, yang hanya lulusan SMA, tidak membuat ibu Lensiana berhenti pada titik itu saja. Ia hobi membaca buku untuk mengembangkan dirinya dan memperkaya pengetahuanya tentang mengajar anak-anak Sekolah Dasar.

 

Anak-anak Sungai Dungan II ini terbiasa berbahasa kampung, sehingga ketika awa mengajar mereka Ibu Lensi harus dengan telaten mengajarkan mereka bahasa Indonesia. Hal tersebut membuat proses belajar mengajar sedikit terhambat. Namun dengan perlahan-lahan dan ketelatenannya akhirnya anak-anak sudah mualia terbiasa dengan Bahasa Indonesia. Selain proses di Sekolah, siswa-siswi SD ini juga dilibatkan dalam perayaan Misa, di Gereja Stasi Sungai Dungan II. Mereka biasanya mendapatkan tugas koor.

 

Semangat ibu Lensi untuk mendidik anak-anak kampung Sungai Dungan II ini mencerminkan salah satu keutamaan Vinsensian yaitu penyelamatan jiwa-jiwa. Ibu Lensi tidak memikirkan jumlah honor yang dia terima dari mengajar anak-anak, asalkan lancar tiap bulan ada dia masih mau untuk tetap mendidik anak-anak kampung Sungai Dungan II. Dalam Amsal 22 ayat 6 dikatakan, “didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Kesadaran bahwa pendidikan itu menyelamatkan inilah yang membuat ibu Lensi dengan rela hati untuk mengajar mereka.

 

Oleh: Andreas Ardhatama W.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *