BERI AKU PEMUDA…

Spread the love

Pada tanggal 24 November 2020 saya datang pertama kali di Sanggar Merah Merdeka, yang terletak di Jalan Tales Wonokromo Surabaya. Di daerah Surabaya Selatan tersebut saya ditempatkan oleh MAVI ( Misionaris Awam Vinsensian Indonesia ) untuk persiapan Misi di Kalimantan Barat. Hampir dua bulan saya berinteraksi dengan warga melalui kunjungan, aktivitas dan belajar mengajar anak anak di Sanggar. Suka dan duka mengiringi proses adaptasi lingkungan baru dan pola hidup baru. Intensitas perjumpaan dengan warga terutama anak anak muda karang taruna cukup tinggi. Sehingga kadang sangat menguras fisik dan pikiran.

 

Mengingat latar belakang kampung pinggir Stasiun Wonokromo tersebut sebagai sarang peredaran narkoba, minuman keras, perjudian dan prostitusi. Tentu saja dengan latar belakang tersebut, sangat berpengaruh pada karakter warganya, tidak terkecuali pemudanya. “ Biyen Mas, ora ngerti wayah ora ngerti panggonan, yo mendem. ” (Dahulu Mas, tidak tahu waktu dan tempat, ya mabuk-mabukan) ujar Arif salah satu tokoh pemuda kampung RT 5. “Rutinitas wajib setiap hari, bagaimanapun caranya dapat uang untuk beli miras, tidak ada hari tanpa miras, ” Lanjutnya. Dampak buruknya tentu kriminalitas menjadi tinggi, lingkungan menjadi tidak nyaman dan aman serta anak anak rentan terpengaruh hal-hal negatif. Itu sedikit gambaran fenomena pada masa-masa gelap, sebelum Pemerintah Daerah menertibkan kawasan prostitusi dan perjudian di sekitar area stasiun Wonokromo ini. Selain itu Aparat Kepolisian juga gencar melakukan razia narkoba dan miras. Tentu saja tidak serta merta langsung mengubah kebiasaan warga dan pemudanya, kalau tanpa pendekatan dan pemberdayaan masyarakat yang terus menerus. Banyak faktor dan kendala di lapangan ketika mengajak seluruh pemuda kampung untuk terlibat aktif dalam organisasi, minimal 30% saja sudah sangat bersyukur. Dengan angka tersebut minimal bisa berdampak positif dan mampu menjadi agen perubahan bagi yang lainnya.

 

Kita sering mendengar ungkapan Bung Karno yang mengatakan “ Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia. “ Betapa pentingnya pemuda dalam peran tatanan sosial masyarakat. Sebagaimana Sirot Fajar dalam Bukunya Psikologi Pemuda mengatakan bahwa pemuda adalah mereka yang mulai berpatisipasi untuk kemudian berkontribusi. Ia adalah orang yang berusaha membangun kemandirian dan keunggulan dirinya. Dengan apa yang dimilikinya itulah, ia kemudian berperan aktif dalam lingkungan sosialnya dan berkontribusi terhadap umat. Untuk mencapai  berperan aktif dan berkontribusi, membutuhkan kesadaran dan proses. Maka cara pendekatan yang soft dan ngewongke akan menjadi penting.

 

Dengan karakter mereka yang keras dan habit yang tidak teratur, maka butuh wadah diskusi atau ngobrol, sesekali rapat serius karang taruna sebagai sarana untuk melatih olah pikir dan belarasa atas situasi sosial sekitar. Dengan berlatih terus menerus berharap mereka mampu, minimal  berani mengusulkan sesuatu yang positif pada tingkatan RT, RW maupun kelurahan. “ Saya ikut senang dan bersyukur Mas, arek-arek sekarang sudah mau terlibat aktif kegiatan di kampung. ” kata Bu Elly salah satu tokoh  kampung. Untuk mencapai cita cita pemuda yang kreatif, mau terlibat aktif dan peduli sesama, membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Tentu saja masih banyak pekerjaan rumah bagi tokoh masyarakat maupun kita semua untuk menjadi pengaruh positif bagi pemuda/i yang belum tersentuh hatinya. Sedangkan PR besar yang sudah masuk dalam organisasi karang taruna adalah merawat apa yang sudah dimulai bersama dan menarik sebanyak mungkin pemuda/i. Sehingga hidup kita benar-benar menjadi berkat bagi sesama. Dalam surat Santo Paulus kepada Timotius dikatakan “Jangan biarkan orang lain memandang rendah dirimu karena kamu masih muda, tetapi berikan teladan bagi orang-orang percaya dalam ucapan, perilaku, cinta, iman dan kemurnian.“

 

Oleh : Alexander Aris Wibowo (MAVI)

Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No.117, Maret 2020