Berdamai dengan Tuhan
Aku tidak sabar menunggu sobatku yang satu ini. Cukup lama aku berdiri di depan gerbang RSUD. Begitu kelihatan wajahnya langsung kuhampiri dan kami berdua bergegas memasuki RSUD. Kami memasuki lorong-lorong panjang agak gelap dan serem juga sih. Rasanya kok gak sampai-sampai. Saat memasuki ruang yang kami tuju, wah aku terperangah. Ini dunia yang seumur hidupku belum pernah kulihat dari dekat.
Ruangan terang dan cukup sejuk karena ber-AC. Ada 3 bangsal di sana. Disitulah anak-anak miskin dirawat karena menderita kanker. Bangsal anak ini memang khusus merawat para penderita kanker. Hari ini cukup banyak pasien yang harus kemoterapi, sehingga lorong bangsalpun dipenuhi pasien.
Begitu kami memasuki bangsal, wajah-wajah yang tadinya dari jauh kulihat sedih menjadi sumringah saat mereka melihat kami. Sobatku ternyata seorang relawan. Dia teman bagi sekitar 50 anak di tiga bangsal ini. Luar biasa! Mereka langsung ceria, seperti melihat malaikat penghibur datang. Celoteh mereka sungguh membuatku kagum. Saat melihat sobatku, anak-anak penderita kanker tersebut seakan lupa dengan segala penderitaannya. Sebagian besar mereka penderita leukimia, ada juga tumor di mata, bahu, paha, atau kanker getah bening. Rata- rata mereka masih duduk di sekolah dasar. Ada juga satu dua orang SMP dan SLTA. Mereka semua datang dari jauh seperti Kalimantan, Madura, Lamongan, Nganjuk, Gresik. Kami datang membawa pesanan mereka seperti selimut bergambar lucu-lucu, mainan dan buku bacaan.
Aku memang baru hari ini ikut, tapi aku senang bisa cepat beradaptasi. Anak-anak dan orang tua mereka sangat membutuhkan dukungan moral. Aku dengar banyak juga kelompok sosial gereja atau umum yang mengunjungi mereka, tapi kelompok tersebut hanya datang melihat kemudian memberi sumbangan. Mereka datang tanpa hati, hanya sebagai penonton… Sobatku ini beda. Dia datang dengan kasih yang luar biasa, para pasien kecil dipeluk, digendong. Para orang tua selalu diberi semangat dan juga solusi saat ada kesulitan. Dia benar-benar memberikan pendampingan. Para orangtua pasien yang tadinya memberontak pada Tuhannya, menjadi pasrah dengan adanya kasih yang diberikan oleh sobatku ini. Dengan kunjungan kasih seminggu sekali, mereka menjadi berdamai dengan Tuhan dalam memeluk nasibnya. Anak-anak juga selalu merindukan kedatangan sobatku ini. Semua anak bisa berkomunikasi dengan sobatku lewat SMS. Mereka bisa bercanda juga curhat apa saja.
Ternyata itulah yang dibutuhkan para pasien ini. Anak- anak ini sungguh membutuhkan kasih, pelukan hangat, didengarkan oleh orang-orang sekitarnya terutama keluarganya. Pasien yang kami kunjungi sebagian besar penyakitnya sudah kronis. Kemiskinan, ketidaktahuan, ketidakberdayaan mereka, dan perawatan yang kurang memadai membuat banyak dari mereka yang akhirnya meninggal dunia. Tapi bagi sobatku kematian bukan masalah. Yang penting saat masih hidup dia sudah berusaha menemani dan menghibur sehingga anak-anak meninggal dalam damai dan para orang tua dapat melepas kematian anak-anaknya dengan ikhlas hati.
Hidup memang keras. Maka sobatku berkata “lebih menderita anak-anak ini daripada orang yang ada dalam penjara.” Dipenjara orang masih bisa makan enak, bisa nonton televisi, dan masih banyak hiburan. Disini anak-anak sangat menderita. Kanker yang menggerogoti tubuh sungguh sakitnya luar biasa. Mereka juga tidak punya hiburan. Orang tua mereka juga luar biasa tanpa lelah menunggu di bangsal RSUD hanya beralaskan tikar selama berbulan-bulan tanpa kepastian. Karena merasa senasib, para orang tua pasien menjadi akrab satu dengan yang lain. Mereka saling mendukung meskipun sama-sama miskin, sama-sama menderita. Kadang aku tidak paham atas kehidupan yang diatur oleh Sang Pencipta ini. Hidup bukanlah sebuah perlombaan mengumpulkan sesuatu sebanyak-banyaknya, namun yang terpenting adalah apa yang bisa kita berikan sebelum meninggalkannya.
Berkah Dalem Gusti.
Penulis: Wike Soesilorini
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No. 83, Mei 2017