Suatu Pengalaman Yang Tak Terlupakan
Setelah sekian tahun tidak mengikuti kegiatan sebagai relawan kemanusiaan, pada saat Gunung Kelud meletus beberapa waktu lalu, saya akhirnya mendapatkan kesempatan untuk terlibat kembali. Sebenarnya keterlibatan sayapun tidak disengaja. Berawal dari perbincangan dengan seorang romo yang bergerak di karya sosial CM, Rm. Parno CM, saya menyadari adanya kebutuhan relawan untuk membantu disana. Saat itu beliau bilang bahwa Solidaritas Relawan Kemanusiaan (SRK) membutuhkanrelawan untuk membantu kegiatan di posko. Saya pun bertanya, relawan seperti apa yang dibutuhkan? Beliau pun menjawab,“Ya yang seperti Mbak Niek”. Sesaat saya sempat tercengang. Setelah itu saya bertanya lagi, “Benarkah? “Dan jawabnya “Ya”. Barulah saya yakin dan kemudian memutuskan untuk ikut dan terlibat.
Waktu itu saya berangkat hari rabu dan rencananya membantudi pengungsian sampai hari Minggu sesuai jadwal pemberangkatan dan pemulangan relawan. Sesaat sebelum berangkat saya sempat kaget karena ternyata relawan yang dikirim hanya saya seorang. Saya pun bertanya pada koordinator rekruitmenrelawan,“Kok cuma saya seorang yang berangkat? Kalau memang cuma saya seorang kenapa harus berangkat? kan sayang kalau hanya mengantarkan satu orang.” Tapi jawab mereka “Nggak apa-apa, karena hanya Mbak Niek yang bisa lama.”
Setelah sampai di pengungsian Taman Wisata Selorejo, saya sempat berdialog dan bergaul dengan para pengungsi. Mereka sudah gelisah dan tidak sabar untuk pulang ke rumah mereka karena mereka sudah meninggalkan rumah lebih dari satu minggu. Padahal saat itu kondisi rumah mereka masih belum layak huni karena gentengnya hancur semua dan saat itu musim hujan. Kami berusaha keras merayu dan menahan mereka supaya tetap tinggal di pengungsian sampai rumah mereka layak dihuni kembali. Tetapi apa mau dikata mereka tetap bersikeras untuk pulang kerumah mereka. Kata mereka “Lebih enak dirumah sendiri, dari pada di pengungsian meskipun fasilitas semuanya tersedia.”
Setelah semua pengungsi di Taman Wisata Selorejo pulang ke rumah mereka-masing, kami berpindah ke posko SRK di Dusun Nglaju Ngantang Selorejo dibawah koordinator Rm. Wawan CM. Disana kami menempati sebuah rumah milik warga yang ditinggali seorang ibu dan tiga anaknya. Di Posko barutersebut, tugas kami dibagi dalam beberapa kegiatan. Ada yang melakukan assessment, ada yang di bagian logistik, dan ada bagian penyediaan makan dan keperluan lain bagi relawan. Saya sendiri bertugas sebagai yang menyiapkan makan, mengawasi, dan membantu para relawan. Saya senang dan bangga bisa bergabung dengan mereka, karena para relawan yang terlibat di posko ini, masih muda-muda namun semangat melayaninya sangat luar biasa.
Disela-sela kegiatan kami membantu para pengungsi, saya sempat mengobrol dengan ibu pemilik rumah yang kami tempati. Ibu ini kemudian bercerita bahwa mereka sempat mengungsi selama satu minggu di Batu,Malang. Dan, rupanya, ibu ini baru kembali ke rumahnya tiga hari sebelum kami datang. Yang membuat saya terharu dan menitikkan air mata adalah saat si Ibu itu bercerita bagaimana beliau harus mengungsi dengan ketiga anaknya dimana dua anaknya masih kecil-kecil. Beliau harus mengungsi dan mengurus sendiri kedua anaknya yang kecil di pengungsian karena saat kejadian, suami ibu itu sedang berlayar. Dalam kondisi tersebut, si Ibu pun menceritakan bagaimana dirinya sempat terpisah dari anaknya yang kecil. Barulah setelah dua belas jam ia akhirnya menemukan anaknya dengan muka anaknya sudah putih semua tertutup abu.
Saya tidak bisa membayangkan kalau kejadian itu terjadi pada saya, mungkin saya tidak bisa kuat dan tabah seperti mereka. Saat itu saya seperti dibukakan mata saya bahwa disela-sela penderitaan mereka tapi mereka tetap mau berbagi dan bahagia, senyum cerah selalu dibibir mereka selama kami dirumah mereka.
Dimuat dalam buletin Fides et Actio edisi April, No. 46 thn 2014