Silih, Pemulih Relasi Berkeadilan

Spread the love

Retret relawan Yayasan Kasih Bangsa Surabaya (YKBS) dilaksanakan pada 23 – 24 Februari 2018 di Gubug Lazaris, Pare – Kediri. Retret diikuti oleh 14 peserta dan didampingi oleh RD Sabas Kusnugroho dari Pacitan. “Relasi berkeadilan”  sebagai tema tahunan yang diangkat oleh YKBS menjadi bahan perenungan selama berproses. Peserta diajak untuk menggali dan mengartikan “Relasi berkeadilan” melalui diskusi kelompok. Ternyata sulit untuk merumuskannya dalam sebuah kalimat sederhana.

Hasil dari sharing kelompok coba dirumuskan oleh RD Sabas menjadi “Hubungan yang jujur, saling menghargai dan melampaui status demi keluhuran martabat manusia” “Rumusan sementara tersebut masih terbuka untuk dikoreksi,” ujarnya. Namun demikian, ada dua hal pokok yang menjadi kunci, yaitu tentang hubungan antar manusia dan keluhuran martabat manusia.

Relasi sering kali mengakibatkan kerentanan karena itu harus dipulihkan. Pemulihan yang rentan dicontohkan dengan kisah sekitar 2.000 tahun yang lalu, dimana terjadi relasi yang jauh dari berkeadilan. Hal itu ditandai dengan adanya dominasi kekuasaan penjajah, dominasi kekuasaan pemuka agama, dan dominasi kekuasaan mayoritas. Di sisi lain, masih ada orang atau pihak yang tidak bungkam. Mereka mencoba berelasi dengan orang kaya, dengan yang tertindas atau pun mereka yang diaggap sebagai orang berdosa. Pelbagai lapisan coba dirangkul. Peristiwa tersebut sampai saat ini pun masih kerap ditemui dalam pendampingan.

Orang atau pihak yang tidak bungkam tersebut mengambil silih sebagai pemulih relasi berkeadilan walau harus merenggang nyawa. Silih bukanlah tuntutan kewajiban, bukan pula sebagai tuntutan untuk mendapatkan hak. Silih merupakan pilihan jalan hidup, demi pembebasan, atau bahasa sempurna dari Kasih. Setiap orang yang berani melakukan silih maka harus siap akan konsekuensinya, melakukannya dengan sadar, demi tujuan yang baik. Kita sebagai relawan juga ditantang untuk mengambil silih dalam proses pendampingan. Apa pun pilihan kita, lakukanlah dengan sadar demi manusia yang bermartabat. (Wisnu Kristiadi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *