Retreat Yayasan Kasih Bangsa Surabaya: Manusia Merdeka

Spread the love

Tiga hari penuh cerita, begitulah yang dirasakan relawan YKBS dalam retreat 22-24 April 2017 yang diadakan di villa Sariwani, Sukapura, Probolinggo. Selain mengenal sosok Vinsensius lebih dalam, para relawan diajak untuk mengenal diri mereka  dengan berdialog pada diri sendiri. Dalam retreat tersebut, Romo Ignatius Suparno CM dan Romo Rudy Hermawan CM membimbing para relawan untuk berproses bersama.

Ketika seluruh relawan telah tiba di Sariwani, sesi pertama dibuka dengan sebuah permainan dimana para relawan dibagi menjadi 6 kelompok. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk diselesaikan. Dalam dinamika tersebut yang terjadi adalah para relawan menunjukkan sikap tanggung jawab terhadap tugas diberikan. Bahkan simulasi ini mampu melihat seberapa pekakah masing-masing kelompok terhadap satu sama lain dan bagaimana mereka bekerja sama untuk saling melengkapi satu sama lain. Permainan tersebut memberikan gambaran pada para relawan bahwa hal tersebut  sama halnya dengan kehidupan nyata, dimana tolong menolong, peduli, empati, tanggung jawab serta kepekaan terhadap sesamalah yang harus selalu dipupuk. Hari pertama ditutup dengan refleksi pribadi dan doa bersama. Para relawan diajak untuk berdialog dengan diri mereka sendiri dan menuliskan kesan pribadi terhadap proses di hari pertama.

Minggu, 23 April 2017, seusai bermeditasi pagi,  Rm Rudy Hermawan CM membuka sesi dengan memaparkan kisah Vinsensius yang malu akan masa lalunya. Para relawan diajak berproses secara psikoanalisis dimana mereka menguak masa lalu mereka yang membuat malu, kecewa atau pun menyesal namun terus diperjuangkan untuk tidak tampak pada orang lain. Bahkan para relawan diajak merefleksikan sikap yang mereka ambil untuk dapat menerima luka-luka batin tersebut sebagai bagian dari diri mereka sendiri. Pelajaran yang dapat diambil dari proses tersebut adalah para relawan mampu mengenal karakter satu sama lain dan memahami bahwa setiap individu memiliki ciri khas yang berbeda karena mereka masing-masing memiliki sisi kelam yang mereka perjuangkan agar tidak nampak di hadapan orang lain.

Menjelang siang hari, Romo Ignatius Suparno CM mengajak para relawan untuk menguak keterasingan yang pernah dialami oleh masing-masing pribadi. Lewat sesi tersebut, beliau menekankan bahwa Tuhan tetap hadir untuk mendampingi setiap individu dalam melewati permasalahan. God does not make mistake! Setelah berdinamika dalam kelompok untuk menceritakan suka duka proses memerdekakan diri dari keterasingan, para relawan menggambarkan simbol manusia merdeka dalam selembar kertas. Sebelum setiap kelompok mempresentasikan simbolisasi mereka, kegiatan hari minggu ini dilengkapi dengan misa bersama.

Luka yang menyembuhkan menjadikan manusia merdeka. Kelompok 1 mempresentasikan gambar semut yang bergandengan tangan sebagai lambang kerjasama yang kuat dan utuh. Kelompok 2 menggambarkan ikan yang berpindah akuarium yang lebih baik sebagai simbol manusia yang siap hidup baru. Kelompok 3 memilih untuk menggambar anak kecil dengan obor sebagai lambang manusia yang terus bersemangat hidup. Kelompok 4 memberi gambaran manusia bebas seperti gembok yang dibuka dengan kunci sebagai lambang niat manusia yang mau hidup baru. Kelompok 5 memberikan presentasi tentang pemandangan alam selayaknya anak TK yang masih murni dan mau dibentuk oleh iman terhadap Tuhan. Kelompok 6 memberikan simbol kapal pesiar yang siap mengangkut penumpang dan terus berlayar mengarungi arus hidup. Kegiatan hari kedua ditutup dengan refleksi tentang keprihatinan masing-masing individu yang dapat ditemukan dalam hidup pelayanan relawan.

Di hari terakhir, Senin 24 April 2017, para relawan diajak mengulas kembali proses selama dua hari. Mulai dari berdamai dengan proses penyembuhan luka sampai dengan dialog dengan Tuhan, antar pribadi, diri sendiri dan alam untuk memahami proses psikologis untuk menjadi manusia merdeka. “Manusia merdeka menurut saya adalah orang yang mampu melepas ‘topeng’nya sehingga mampu menjadi diri sendiri yang apa adanya.” ungkap Rosa Lina.

Oleh : Margareta Ardini Tri P. (Nino)

Foto : Rm. Ignatius Suparno CM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *